MUKADDIMAH
Sebagian Besar Penduduk di Negara Kita ini mempunyai mata pencaharian sebagai Petani dan Buruh Tani, Tidak mengherankan mengapa Negara Kita ini di juluki sebagai Negara Agraris. Karena Faktor ini pula lah para Pelaut Asing dulu singgah dan akhirnya menjajah Negara ini. Dahulu sebutan Negara Agraris masih sangat layak disanding oleh Negara ini dengan program swasembada pangannya, tapi sekarang ? Kita semua pasti sudah mengetahui jawabannya. Banyak sekali permasalahan yang dialami oleh Para Petani Kita Saat ini, bahkan mungkin masih akan dirasakan sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Imbasnya tentu saja paling besar di rasakan oleh Petani, dan akhirnya seluruh Masyarakat Kita juga lah yang akan merasakannya, karena semua kita membutuhkan makanan dan makanan itu diperoleh dari hasil bertani dan bercocok tanam. Dalam Rangka Menyambut Hari Tani Nasional maka ane membuat thread sederhana ini untuk sekedar berbagi opini tentang Nasib Petani kita saat ini.
Semoga artikel sederhana ini bisa bermanfaat.
MASALAH UTAMA PETANI DI INDONESIA
Seperti yang kita ketahui bersama, saat ini Petani kita mempunyai beberapa permasalah mendasar, diantaranya :
1. Mulai Terbatasnya Lahan
Semakin Banyaknya Jumlah Penduduk saat ini menyebabkan banyak terjadi pembangunan dimana-mana, mulai dari perumahan, prasarana penunjang serta untuk kegiatan industri, hal ini menyebabkan semakin sedikitnya lahan yang bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam, para Pemilik lahan kadang tidak kuasa untuk menahan tanahnya agar tidak terjual, namun karena berbagai kondisi akhirnya dengan terpaksa tanah tersebut dijual dan akhirnya tanah itu terpakai untuk pembangunan pemukiman dan sebagainya. Dampak yang nyata dirasakan adalah ketika lahan untuk bertani makin sempit, maka hasil produksi pun makin sedikit, para buruh tani juga semakin kesulitan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan.
2. Bibit, Pupuk dan Pestisida yang Langka serta Mahal
Untuk menanam tanaman tentu saja dibutuhkan bibit, dan untuk memeliharan dan mencegah berbagai macam hama penyakit dibutuhkan pupuk dan pestisida, namun yang terjadi saat ini adalah bibit, pupuk dan pestisida yang dibutuhkan oleh petani sangat langka, hal itu juga menyebabkan harga bibit, pupuk dan pestisida menjadi mahal, kita sering mendengar dan membaca berita di berbagai media tentang permasalahan ini, Instansi terkait seharusnya bisa berperan aktif untuk mengatasi masalah ini, namun ternyata permasalahan ini masih saja ada, bahkan sudah menjadi masalah yang kronis.
3. Struktur Tanah Yang Tidak Baik
Akibat dari pemakaian Pestisida dan Pupuk sejak dulu dan dalam waktu yang lama, maka di masa sekarang ini dampak buruk dari hal tersebut sudah mulai terasa, struktur tanah yang akan dijadikan lahan bercocok tanam sudah tidak baik lagi, selain itu dengan banyaknya berdiri kawasan industri dengan limbah yang dihasilkannya secara tidak langsung juga berdampak buruk bagi struktur tanah tersebut.
4. Sosialisasi Teknologi yang Masih Kurang
Dengan Makin majunya teknologi, secara otomatis juga berpengaruh ke bidang pertanian, banyak penemuan-penemuan baru yang dihasilkan oleh ilmuwan, seperti sistem pertanian, bibit unggul, sarana dan prasarana bertani, dan sebagainya. Seharusnya hal tersebut bisa dimanfaatkan oleh para petani kita untuk lebih memaksimalkan sistem dan hasil, namun tidak semua petani kita bisa mengetahui teknologi tersebut, masih banyak petani kita yang masih menggunakan sistem dan peralatan tradisional, dampaknya tentu saja kepada hasil pertanian yang dihasilkan. Perumpamaan kasarnya : Orang di Luar Negeri sudah memakai traktor, petani kita masih menggunakan bajak yang di tarik sapi atau kerbau.
5. Hasil Panen dihargai Murah
Sungguh ironis, ketika biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani kita sangat mahal, justru hasil panen harganya murah ketika dibeli oleh pengusaha, tetapi ketika sudah sampai kepada masyarakat harga tersebut bisa naik, siapa yang untung dan siapa yang rugi ? sudah pasti petani kita yang akan merugi. Untuk sekedar balik modal saja susah, apalagi mau mencari untung, yang ada malah buntung.
Tentang Kebijakan Yang Tidak Pernah Memihak
Beberapa tahun terakhir, Negara Kita banyak mengimport bahan kebutuhan dari Negara Lain, sungguh suatu hal yang aneh karena apa yang di Import tersebut juga di hasilkan oleh para Petani Kita, Jika alasannya karena Kwalitas, mengapa kita tidak memperbaiki kwalitasnya, jika harganya lebih murah, mengapa kita tidak menurunkan biaya produksi dengan menurunkan harga pupuk dan pestisida, Semua Permasalah dan kebijakan itu membuat petani kita menjerit, Harga pupuk dan pestisida mahal sementara hasil panennya dihargai murah, tidak jarang karena harga yang murah para petani kita sampai enggan untuk memanen hasil dan membiarkan hasil panennya membusuk.
Pemerintah dinilai kurang berpihak kepada sektor pertanian. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada sektor pertanian, termasuk semakin banyaknya kebijakan yang terkait dibukanya kran impor sektor pertanian, dan rendahnya posisi tawar petani terhadap bank, serta penurunan jumlah petani. Selain kebijakan tersebut diatas, hal lain yang yang menjadi persoalan adalah masalah modal, untuk mulai menanam dan memelihara tentu saja harus ada modal, dan untuk memperoleh modal biasanya melalui pinjaman, ternyata untuk memperoleh modal itu sangat sulit. Modal tidak ada, biaya produksi mahal dan terbatas, hasil panen murah… Lengkap Sudah penderitaan petani kita.
Kebijakan dalam sektor pertanian akan menyangkut nasib jutaan petani. Karenanya, kebijakan yang salah akan menyengsarakan petani, dan bukan hal yang mustahil pengentasan kemiskinan yang terus digadang-gadang pemerintah akan segera berhasil, malah akan gagal total dengan bertambahnya penduduk miskin dari sektor pertanian. Apalagi, industrialisasi yang tak kenal nurani semakin memperparah sektor pertanian di Indonesia. Proses industrialisasi ini mengorbankan salah satu sektor penting dan jati diri bangsa, pertanian. Lahan-lahan pertanian dibabat habis untuk mendirikan pabrik dan pusat-pusat perbelanjaan modern, serta properti. Semua didirikan di atas lahan yang dulunya adalah lahan pertanian.
Untuk meredam gejolak harga dan inflasi, pemerintah melakukan jalan pintas untuk menambah stok pangan dalam negeri yakni dengan impor pangan. Sejatinya, apabila setiap kali muncul masalah pangan dan solusinya hanya impor, maka pemerintah semakin tidak peduli pada nasib petani. Sebetulnya petani tidak muluk-muluk dalam mencari harga yang pas untuk hasil pertaniannya. Mereka hanya ingin sejahtera, dan hasil yang mereka tanam dapat mereka tuai, meski tidak banyak asalkan bisa menghidupi keluarga. Tapi, pemerintah sering salah kaprah dalam mengambil kebijakan. Ketika stok pangan di pasar sedikit, dengan mudahnya melakukan impor pangan untuk stabilisasi harga yang dilakukan terus menerus tanpa memikirkan nasib petani yang semakin terjepit.
Bagaimana Dengan di Luar Negeri ?
Indonesia yang selalu bangga dengan julukan negara agraris ternyata tidak pernah meraih kemakmuran dalam pertanian. Boro-boro sampai ke tingkat swasembada pangan, dalam rilis terbaru Global Food Security Index, indeks ketahanan pangan Indonesia berada di angka 46,1 (skor antara 0-100) dan berada pada urutan 66 dari 107 negara. Nilai yang masuk ke jajaran nilai D dalam IP di beberapa kampus di Indonesia. Dalam urusan peringkat ketahanan pangan ini, Indonesia masih berada di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina.
Kita perlu menengok sedikit ke negara-negara yang memiliki industri yang sudah sangat maju. Negara super power seperti Amerika Serikat (AS) ternyata tak mengesampingkan masalah ketahanan pangan mereka. Terbukti, AS dengan nyaman berada di posisi puncak. Singapura, Jepang, dan Korea yang merupakan negara maju di Asia juga tak mau kalah. Masing-masing berada di peringkat 16, 20, dan 25.
Salah satu teori menyebutkan bahwa kelaparan adalah bencana kemanusiaan yang akan terjadi apabila rumusan kebijakan pertanian tidak tepat. Kebijakan yang tepat adalah kebijakan yang berpihak pada pelaku sektor pertanian. Oleh karena itu, kebijakan dalam sektor ini harus dipikirkan secara matang sebelum diterapkan dan tentunya harus dipikirkan pula dampak positif serta negatifnya, bagi petani maupun bagi masyarakat secara luas.
Industri memang menjadi salah satu kiblat yang menunjukkan bahwa satu negara sudah maju atau belum. Tapi tentunya tidak mengesampingkan ketahanan pangan dan sektor pertanian yang selama ini kita banggakan. Terbukti, negara-negara maju seperti AS dan Jepang pun tak melepas begitu saja sektor ini. Begitu pun dengan Thailand yang sangat bangga bisa menjadi negara langganan impor beras bagi Indonesia.
(Artikel Pada Koran Suara Karya 10 Februari 2014)
Harapan Dimasa Mendatang
Sebagai Anak Seorang petani, ane merasa sangat miris dengan kondisi yang harus dialami oleh petani saat ini, harapan terbesar ane dan juga para petani adalah supaya apa yang menjadi permasalahan itu bisa diselesaikan serta kebijakan yang dibuat oleh yang berwenang bisa lebih memihak kepada petani. Selain itu, masyarakat Tani kita juga supaya memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengikuti perkembangan jaman, mau untuk belajar dan memiliki inisiatif untuk maju.
Ane jadi ingat sebuah lagu dari group musik legendaris Indonesia yang cukup terkenal sampai saat ini :
Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga
Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman
Semoga itu bukan hanya sekedar rangkaian kata, semoga kedepannya Nasib Petani Kita menjadi lebih baik lagi, Jika guru diberikan gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, maka Saat ini bisa dikatakan bahwa
Petani adalah Pahlawan yang sesungguhnya.
Source:Kaskus
Source:Kaskus
SELAMAT HARI TANI NASIONAL KE – 54
24 September 2014
Title: Nasib Petani di Negara yang katanya Negara Agraris ( Apa Sekedar Julukan Saja ??? )
Posted by:
Published :2014-09-24T13:40:00+07:00
Nasib Petani di Negara yang katanya Negara Agraris ( Apa Sekedar Julukan Saja ??? )
Posted by:
Published :2014-09-24T13:40:00+07:00
Nasib Petani di Negara yang katanya Negara Agraris ( Apa Sekedar Julukan Saja ??? )